Sabtu, 07 November 2009

Tragedi Merica

Hari Minggu ini, Shasa akan membantu mama memasak. Kata mama, Shasa sudah cukup besar dan bisa berhati-hati dalam menggunakan pisau dapur. Menu yang akan dimasak adalah Sup Ceker kegemaran Shasa. Eh, sebenarnya bukan cuma Shasa yang suka Sup Ceker. Papa juga suka loh..

Berdua dengan mama, Shasa berbelanja keperluan membuat Sup Ceker ke tukang sayur yang mangkal diujung jalan. Ceker ayam, Kentang, Wortel, Kol, Buncis dan daun Seledri. Hmmm.. Shasa sudah tidak sabar ingin cepat-cepat memotong-motong sayuran.

PeelerSelesai sarapan, acara memasak pun dimulai. Mama mengajari Shasa cara menggunakan Peeler, pisau khusus untuk mengupas kulit sayuran yang tipis. Biasanya digunakan untuk mengupas Kentang dan Wortel. Sreett.. Sreett.. Dengan hati-hati, Shasa mulai mengupas Wortel. Setelah itu giliran Kentang yang dikupas. Selesai dikupas, wortel diiris dan kentang dipotong kecil berbentuk dadu.

Tok.. tok.. tok.. terdengar suara pisau beradu dengan talenan kayu yang digunakan sebagai alas untuk memotong Wortel dan Kentang. Selesai dipotong, keduanya diletakkan dalam wadah berisi air. Kata mama, kalau tidak direndam air, kentang yang sudah dipotong-potong akan berubah warna menjadi kecoklatan.

Jahe

“Itu apa, Ma?” tanya Shasa. Tugasnya mengiris wortel dan memotong kentang sudah selesai.

“Ini namanya Jahe. Gunanya untuk menghilangkan bau amis Ceker Ayam. Nanti Jahe ini akan dimemarkan dan direbus bersama-sama dengan Ceker Aym,” jelas mama.

“Bumbu Sayur Sop itu apa saja sih, Ma?” tanya Shasa ingin tahu.

“Bumbunya sederhana saja. Hanya Bawang Putih dan Merica yang dihaluskan kemudian ditumis dan dimasukkan kedalam rebusan Ceker Ayam,” Mama menjelaskan.

“Aduh, Sha, Mama lupa membeli merica,” Mama berseru panik saat membuka tempat merica ternyata dalam keadaan kosong.

“Coba tolong lihat, tukang sayur di ujung jalan masih ada tidak?” pinta mama. Shasa bergegas ke luar rumah.

“Tukang sayurnya sudah tidak ada, Ma,” lapornya. “Tidak usah pakai merica deh, Ma.”

“Aduh, Sha, nanti gak enak dong sayur Sop-nya,” keluh Mama.

“Beli di minimarket saja, Ma,” usul Shasa.

“Di minimarket biasanya hanya menjual merica halus. Dibanding dengan merica butiran, aromanya kurang. Tapi apa boleh buat..” Mama tampak berfikir sejenak. “Kalau begitu Shasa pergi ke minimarket bersama Papa membeli merica halus. Mama di rumah merebus ceker ayam. Bagaimana?”

“Oke deh,” Shasa langsung setuju. Dicarinya Papa yang dengan senang hati langsung bersedia mengantar dan menemani Shasa ke minimarket.

Tak lama kemudian Shasa sudah kembali tiba di rumah.

“Merica halus-nya tidak ada, Ma,” lapornya.

Mama mengerutkan kening.

“Benar tidak ada?” tanya mama memastikan.

“Benar,” Shasa mengangguk yakin. “Tuh, tanya saja papa kalau tidak percaya,” katanya lagi.
“Iya, tadi Papa lihat di rak tempat bumbu-bumbu tidak ada merica halus,” Papa mengiyakan.

Mama tampak berfiikir. “Coba Shasa ceritakan, yang ada di rak bumbu-bumbu itu apa saja?” tanya mama.

Shasa mengingat-ingat. “Disitu ada Garlic powder. Garlic itu Bawang Putih kan, Ma?” tanyanya.
Mama menganggukkan kepala. “Selain Garlic Powder ada apa lagi?” tanya mama dengan sabar.

“Ada ketumbar halus, garam halus, lada halus..”

Kata-kata Shasa terhenti manakala dilihatnya mama tersenyum lebar.

“Kenapa sih, Ma?” tanyanya bingung.

Merica / Lada halus“Shasa sayang, lada itu nama lain dari merica,” jawab mama sambil sibuk menahan senyumnya supaya tidak semakin lebar.

Shasa berpandangan dengan papa.

“Sudah sana balik lagi ke minimarket,” kata mama. “Cepat ya, Ceker Ayam-nya sudah empuk nih,” mama melanjutkan kata-katanya.

Sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, Shasa mengekor di belakang papa yang segera beranjak dari dapur.

“Mana Shasa tahu kalau lada dan merica itu sama,” gumam Shasa.

“Papa juga baru tahu,” Papa berkomentar.

Di dapur mama tidak bisa lagi menahan tawanya. Ha..ha..ha

Pizza Jurus Matematika

Shasa sibuk mondar mandir dari dapur ke halaman samping. Hari ini Shasa bersama Nia, Arya dan Fabian akan mengisi liburan mereka dengan membuat Pizza. Berhubung dapur di rumah Shasa ukurannya mungil, acara masak-memasaknya diadakan di halaman samping. Empat buah celemek, parutan keju, pisau dan loyang tertata di atas meja yang sengaja dipindahkan ke sana. Adonan untuk roti Pizza-nya sudah disiapkan oleh mama. Tugas mereka adalah menipiskan adonan dan memberinya topping yaitu adonan isi yang diletakkan di bagian atas Pizza. Kali ini mama membuat topping dari daging cincang yang ditumis dengan bawang bombay dan sedikit paprika.

Sebuah mobil berhenti di depan rumah Shasa.

“Itu Arya dan Fabian sudah datang,” seru Shasa.

Kedua anak laki-laki itu melangkah masuk dengan riang dan bersemangat. Keduanya langsung meja makan yang diatasnya sudah tertata perlengkapan dan bahan-bahan pembuat pizza.

“Wahh.. macam acara memasak di televisi saja, memasaknya di ruang terbuka,” komentar Fabian dengan logat melayunya.

“Pizza kita nanti rasanya pasti mak nyuuuss..” kata Arya sambil mengacungkan jempolnya menirukan salah satu acara kuliner di televisi.

“Pastilah itu,” Fabian langsung mendukung kata-kata Arya sambil matanya menatap penuh minat ke wadah yang berisi daging cincang dalam balutan saus yang menggugah selera. Di dekatkannya hidungnya dan dihirupnya aroma yang terpancar keluar.

“Hmmm.. sedap kali wanginya,” logat melayu Fabian kembali terdengar.

Shasa menahan senyum mendengarnya. Baru saja ia membuka mulut hendak mengatakan sesuatu ketika sebuah mobil lain berhenti di depan rumah Shasa.

“Niaaa..” Setengah menjerit Shasa menyambut teman akrabnya.

“Shasaaa..” Nia tak mau kalah. Dibelakang Nia berjalan seorang gadis kecil yang usianya sebaya dengan Nia.

“Hallo semua, kenalkan ini sepupuku. Namanya Aida. Kebetulan Aida sedang berlibur di rumahku jadi ia kuajak kesini. Boleh ya ia ikut bersama-sama kita membuat Pizza,” Nia memperkenalkan sekaligus meminta ijin kepada teman-temannya yang lain.

“Gak masalah,” kata Fabian dengan gayanya yang lucu membuat semua yang ada di situ tertawa.

“Ma, adonan roti Pizza-nya cukup tidak untuk berlima?” tanya Shasa.

“Cukup,” jawab Mama.

“Celemeknya kurang, Ma,” kata Shasa lagi teringat bahwa tadi dia hanya Celemekmenyiapkan empat buah celemek.

“Pakai punya mama saja,” kata Mama sambil melepas celemeknya.

“Loh.. nanti pakaian mama kotor dong..” kata Shasa.

“Tidak apa-apa kotor sedikit. Sekarang kalian kenakan celemeknya dan cuci tangan!” perintah mama sementara tangannya dengan cekatan membagi adonan roti menjadi lima bagian.

Dengan patuh kelima anak itu menuruti kata-kata mama. Setelah mengeringkan tangan mereka melumuri kedua tangan dengan sedikit tepung terigu agar tidak lengket saat memegang adonan roti.

Mama kemudian memberi contoh bagaimana cara menipiskan adonan roti Rolling-Pindengan menggunakan Rolling-Pin, yaitu bulatan kayu berbentuk silinder. Karena Rolling-Pin yang tersedia hanya empat buah, Aida terpaksa bergantian dengan Nia.

“Nih, pakai punyaku saja,” kata Fabian yang sudah selesai menipiskan adonan sambil menyorongkan Rolling-Pin yang tadi dipakainya.

“Cieee.. tumbeen.. Biasanya Fabian tidak sebaik ini,” goda Shasa.

“Eits, jangan salah, pada dasarnya aku ini anak yang baik hati serta tidak sombong lagipula pintar,” jawab Fabian.

“Huuu…” Semua mencibirkan bibir mendengar kata-kata Fabian. Namun tak urung ucapan Fabian itu membuat mereka tersenyum juga setelahnya.

Adonan yang sudah ditipiskan mereka pindahkan ke loyang. Mama kemudian menunjukkan bagaimana caranya mengoleskan roti Pizza dengan saos tomat. Bagi yang suka pedas, mama sudah menyiapkan saos sambal.

“Setelah diberi topping, kalian boleh menambahkan irisan sosis di atasnya. Kemudian diberi parutan keju sebelum dimasukkan ke dalam oven,” mama menjelaskan.

Shasa membuka wadah tempat sosis.

“Kalau kamu memang pintar, coba sekarang jelaskan bagaimana caranya Sosissupaya sosis yang jumlahnya delapan buah ini bisa terbagi rata,” kata Shasa kepada Fabian.

Fabian mengerutkan kening. Kalau mereka hanya berempat, sosis itu dengan mudah bisa terbagi rata. Masing-masing anak akan mendapatkan sosis dua buah. Masalahnya mereka sekarang ini berlima.

“Jangan lama-lama mikirnya. Pizzanya keburu mengembang,” mama ikut berkomentar.

“Tenang Tante, kita pecahkan masalah ini dengan memakai jurus,” jawab Fabian dengan mantap.

“Jurus apa?” tanya Nia ingin tahu.

“Ya jurus matematika dong,” jawab Fabian. “Jumlah sosis ini ada delapan sementara kita ada lima orang. Artinya delapan dibagi lima sama dengan 1 3/5.”

Semua menatap Fabian dengan penuh rasa ingin tahu. Setelah menarik nafas dalam, Fabian melanjutkan kata-katanya.

“Sekarang, masing-masing mengambil sebuah sosis!”

Lima tangan terjulur mengambil sosis-sosis itu. Kini hanya tersisa tiga buah sosis di dalam wadahnya.

“Kemudian masing-masing sosis ini kita bagi menjadi lima bagian. Tidak perlu diukur dengan memakai penggaris. Lebih-lebih sedikit, kurang-kurang sedikit cincai-lah sama teman.”

Suara tawa ramai terdengar. Bukan menertawakan mengejek tetapi karena gaya Fabian sungguh-sungguh lucu. Kini di dalam wadah ada 15 potong sosis kecil.

“Nah, kalau sudah seperti ini lebih mudah kan membaginya?” Fabian bertanya. Lima belas potong sosis kecil dibagi rata untuk lima orang anak. Fabian segera mengambil tiga potongan sosis kecil. Yang lain segera mengikuti.

“Langkah terakhir adalah..”

“Diiris tipis-tipis, diletakkan di atas topping dan diberi parutan keju,” Shasa melanjutkan kalimat Fabian dengan mengutip kata-kata mama.

KejuKemudian Shasa mengeluarkan keju dari kotaknya.

“Yang ini menggunakan jurus matematika juga?” tanyanya bermaksud menggoda Fabia,

“Tentu doonngg..” Fabian ternyata menanggapi dengan serius. “Keju itu harus dibagi lima. Tidak perlu diukur dengan memakai penggaris. Lebih-lebih sedikit, kurang-kurang sedikit..”

“… cincai-lah sama teman,” Arya menyambar ucapan Fabian.

“Parutan kejunya hanya ada dua nih, apa pemecahannya harus pakai jurus Parutan Kejumatematika?” Kali ini Nia yang bertanya.

“Wah, kalau ini sih harus pakai jurus sabar menunggu giliran”, jawab Fabian. Semua tertawa mendengarnya. Setelah semua Pizza siap, mama memasukkan ke dalam oven.

Harum aroma yang menggoda selera dengan segera tercium. Dengan tidak sabar Shasa, Nia, Aida, Fabian dan Arya menunggu Pizza mereka matang. Suasana menjadi semakin riuh ketika mama mengeluarkan kamera. Masing-masing langsung bergaya dengan Pizza yang baru saja dikeluarkan dari oven. Fabian mendapat giliran pertama.

Mama memberikan aba-aba. “Satu.. dua..”

PizzaSambil bergaya, dengan riang Fabian berkata, “Ini dia, Pizza Jurus Matematika ala Chef Fabiaaann..”

.. dan.. Klik! Jadi lah foto Chef Fabian yang tengah tersenyum lebar.


Adikku Tersayang

Tidak seperti biasanya, pagi ini Rara datang ke sekolah dengan wajah cemberut. Tidak ada senyum sama sekali. Shasa yang duduk di sebelah Rara sampai bingung. Mau menegur, Shasa takut Rara sedang tidak ingin ditegur. Mau mendiamkan, hmmm… kok sepertinya tidak enak ya diam-diaman.

“Kamu bawa bekal apa hari ini?” tanya Shasa ketika bel tanda istirahat berbunyi.

“Aku gak bawa bekal. Rina tadi pagi rewel jadi ibu tidak sempat menyiapkan bekal untukku,” Rara menjelaskan dengan nada kesal.

“Rina sakit?” tanya Shasa prihatin. Rina itu adiknya Rara. Lucu dan imut-imut. Usianya baru dua tahun. Beberapa kali saat menjemput Rara, Rina dibawa serta oleh Ibu Rara. Sebenarnya Rara ikut jemputan tapi terkadang ibunya menjemput ke sekolah.

Rara menganggukkan kepalanya. “Rina sedang flu,” jawabnya pendek.

“Ooo.. pantesan.. yuk aku temani kamu ke kantin,” tawar Shasa.

Sambil berjalan bersisian, mereka berjalan bersama ke kantin yang terletak di samping sekolah.

“Aku sebel.. Rina kalau sedang sakit rewel. Ibu jadi tidak lagi memperhatikan aku,” keluh Rara sambil menuruni tangga. Di sekolah mereka, hanya kelas satu yang terletak di lantai dasar. Sementara kelas dua dan tiga terletak di lantai dua.

“Kamu sih enak, tidak punya adik, tidak punya kakak jadi selalu diperhatikan oleh mama dan papa kamu,” kata Rara lagi.

Shasa tidak menjawab. Ia ikut menemani Rara antri membeli Roti Burger. Setelah itu mereka bergegas kembali ke dalam kelas.

Dari dalam tas tempat membawa bekal, Shasa mengeluarkan sebuah bungkusan.

“Ini buat kamu dan Rina,” kata Shasa sambil menyodorkan bungkusan itu.

“Apaan nih?” tanya Rara dengan suara yang tidak jelas terhalang oleh makanan yang ada di dalam mulutnya.

“Biskuit wafer berlapis coklat,” jawab Shasa. “Kemarin papaku baru pulang dari Batam. Dia membawa beberapa macam biskuit wafer untukku. Terlalu banyak kalau harus kuhabiskan sendiri.”

“Makasih ya, Sha,” kata Rara. “Tuh kan.. Enak kalau tidak punya adik atau kakak. Tidak harus berbagi,” kata Rara lagi.

“Iya memang.. tapi juga tidak ada yang diajak main, tidak ada teman bercanda, tidak ada yang suka menyambut dan menciumi kalau pulang sekolah,” kata Shasa, teringat ulah Rina yang selalu lari keluar setiap kali mendengar mobil jemputan Rara tiba.

Sekarang giliran Rara yang terdiam. Tak ada lagi percakapan. Masing-masing asyik menikmati makanan di jam istirahat pertama itu sampai akhirnya bel masuk berbunyi dan pelajaran pun dilanjutkan.

“Hari ini giliran kamu yang diantar lebih dulu ya?” tanya Shasa sambil membereskan tas dan buku-buku setelah bel tanda berakhirnya jam sekolah berbunyi.

“Iya,” jawab Rara pendek.

“Jangan sampai lupa menyampaikan titipanku buat Rina,” pesan Shasa sambil berjalan keluar kelas.

“Iya,” lagi-lagi Rara menjawab pendek

“Jangan dimakan loh..,” kata Shasa lagi.

“Iyaaaa…” kali ini Rara menjawab dengan gemas. Beberapa siswa yang kebetulan berdekatan dengan mereka berdua saat turun tangga menoleh ke arah mereka dengan pandangan heran.

“Eh, eh, eh.. jangan marah gitu dong..” cekikik Shasa.

“Habis.. dari tadi yang diingat-ingat kok Rina terus..” sambil cemberut Rara berkata.

“Di rumah Ibu lebih memerhatikan Rina, di sekolah kamu ngomongin Rina terus..”

“Habis.. Rina itu lucu banget sih..” kata Shasa. Ia tak dapat menahan tawanya melihat Rara yang cemberut hingga pipinya menggembung. Di ujung tangga langkah mereka terhenti. Seorang anak kecil berdiri di pinggir aula sekolah, sambil melambai-lambaikan tangannya ke arah mereka.

“Rinaaaa…,” panggil Shasa sambil balas melambai dengan semangat.

“Kok malah kamu yang dadah-dadah sama Rina sih? Rina kan manggil aku bukan kamu,” kata Rara heran.

“Biarin,” jawab Shasa sambil berjalan menyongsong Rina. “Kamu kan lagi sebel sama Rina.”

Hanya sebentar saja Rina menyambut uluran tangan Shasa. Selanjutnya ia mengembangkan tangannya dan memeluk Rara yang sudah berjongkok dihadapannya. Dua kecupan pun mendarat di kedua pipi Rara.

“Kakak Shasa dicium juga dong..” kata Shasa.

Rina tersipu dan menggelengkan kepalanya. Tangannya yang kecil mengusap pipi Rara.

“Enak ya, Ra, punya adik..” Shasa berkata sambil tersenyum simpul.

“Iya.. iyaaaaa..” kata Rara sambil kemudian mencium Rina.

“Jadi.. gak sebel lagi kan?” ledek Shasa.

“Uhh.. kamu ini meledek terus,” dengan gemas Rara menggelitik Shasa yang segera lari menghindar. Kalau Rara sudah menggelitik, lebih baik kabuuuurr…

Kucing Yang Terlupakan

Di sebuah perumahan, hiduplah seekor kucing berwarna hitam. Nama kucing itu Molly. Ia tinggal di rumah keluarga Jones. Molly selalu memburu dan memakan tikus-tikus yang suka mencuri makanan di dapur keluarga Jones.

Molly memang seekor kucing yang lucu dan menggemaskan. Matanya berwarna hijau dan kumisnya panjang berwarna putih. Ia suka mendengkur dan sangat senang bila tubuhnya dibelai.

Namun, tidak seorang pun di keluarga Jones suka membelai Molly. Kedua anak di keluarga Jones kurang menyukai binatang, sedang nyonya Jones sering membentak Molly jika ia mengeong waktu nyonya Jones sedang memasak ikan.

Di samping rumah keluarga Jones, hiduplah seorang anak bernama Billy. Billy adalah anak yang baik dan sangat menyayangi binatang. Karena itu ia juga sangat menyayangi Molly. Setiap sore Molly melompat dari pagar keluarga Jones untuk mencari Billy dan minta dibelai. “Alangkah senangnya aku jika Molly ini kucingku,” kata Billy kepada ibunya. “Aku ingin memelihara kucing juga, bu!” Tetapi ibu Billy tidak ingin memelihara binatang di rumahnya, walaupun sebenarnya ia juga suka kepada Molly.

Pada suatu hari kuarga Jones pergi ke luar kota. Saat hendak berangkat, anak-anak keluarga Jones berpamitan kepada Billy. Rupanya mereka hendak pergi berlibur selama sebulan.

Setelah memasukkan semua barang ke dalam taksi, keluarga Jones berangkat. “Molly pasti diajak juga,” pikir Billy. Namun ia keliru. Ia sangat terkejut saat melihat Molly masih ada di halaman rumah keluarga Jones. Billy lalu menceritakan hal itu kepada ibunya. “Pasti ada orang yang diberi tugas untuk merawat dan memberi makan Molly setiap hari,” kata ibu Billy.

Molly bertanya-tanya ke mana tuannya pergi. Setelah lama menunggu ia menggaruk-garuk pintu dapur dengan cakarnya berharap dibukakan pintu. Tetapi tampaknya tidak ada orang di dalam rumah. Molly lalu memeriksa kalau-kalau ada jendela yang terbuka sehingga ia bisa masuk, tapi ternyata semua jendela terkunci rapat.

Molly merasa kesepian. Tetapi ia berharap tuannya akan pulang nanti sore.

Tetapi setelah lama menunggu tuannya tidak juga pulang. Molly mulai merasa kelaparan. Ia juga kedinginan karena harus tidur di luar. Walaupun bersembunyi di dalam semak-semak, ia tetap basah karena kehujanan. Molly mulai sakit.

Dua hari telah berlalu. Karena kelaparan Molly memakan tulang kering yang ditemukannya dan juga daun-daun kering yang ada disekitar rumah. Penyakitnya juga semakin parah. Ia bersin-bersin dan lemas.

Pada hari keempat Molly sudah menjadi sangat kurus. Ia bahkan hampir tidak bisa berjalan karena sangat lemah. Ia lalu teringat kepada Billy, anak yang tinggal di rumah sebelah. Siapa tahu Billy bisa memberinya makanan.

Ia lalu berjalan pelan menuju rumah Billy. Saat melihat Molly, Billy hampir tidak mengenalinya lagi. “Astaga!, kaukah itu Molly?” seru Billy terkejut. Ia berlutut dan membelai Molly. “Oh kasihan, kau sangat kurus, pasti kau kelaparan. Apakah tidak ada orang yang diberi tugas untuk memberimu makan?”

Billy segera mengambilkan ikan dan susu untuk Molly. “Oh kasihan,” kata ibu Billy. Untuk sementara biar saja ia tidur di dapur kita.”

Molly sangat senang. Setelah makan dengan lahap, ia lalu tidur dengan nyenyak di dapur ibu Billy. Billy bahkan memberinya tempat tidur dari kotak kayu. Billy juga membersihkan badannya yang kotor karena beberapa hari tidur di semak-semak.

Malamnya, Molly benar-benar terkejut. Ternyata dapur ibu Billy banyak sekali tikusnya. Maka ia pun menangkap tikus-tikus itu, karena ia ingin membalas kebaikan Billy dan ibunya.

Keesokan harinya ibu Billy terkejut karena melihat banyak sekali tikus yang telah ditangkap oleh Molly. Ibu Billy sangat senang. Molly pun menjadi semakin disayang di keluarga itu.

Sebulan kemudian, keluarga Jones pulang dari berlibur. Dengan berat hari Billy mengantar Molly pulang ke rumah keluarga Jones. Tapi, setiap diantar pulang, Molly selalu melarikan diri dan kembali ke rumah Billy. Molly tahu bahwa Billy dan ibunya sangat menyayanginya, tidak seperti keluarga Jones yang tega menelantarkannya.

Karena keluarga Jones tidak terlalu memperdulikan Molly akhirnya mereka pun memberikan kucing itu kepada Billy.

Akhirnya Molly pun tinggal bersama Billy dan ibunya. Ia sangat bahagia karena selalu disayang dan dibelai. Ibu Billy pun senang karena dapurnya menjadi bebas dari gangguan tikus.

Resep Masakan - Martabak Tahu PDF Print E-mail
Resep Masakan - Resep Masakan Indonesia
Tuesday, 02 September 2008

Image

Bahan :

  • 2 btr Telur
  • 50 gr Tepung terigu
  • 1/3 sdt Merica bubuk
  • 500 cc Air
  • 1 sdm Minyak sayur / mentega cair
  • Garam secukupnya
  • 2 potong Tahu putih (cincang kasar)
  • 250 gr Daging giling
  • 1/2 gelas Air Kaldu
  • 3 btg Daun bawang (iris halus)
  • 2 sdm Minyak goreng (untuk menumis)
  • 1 sdt Bumbu kari bubuk
  • 1/2 sdt Merica bubuk
  • 4 siung Bawang putih (haluskan)
  • 4 siung Bawang merah (haluskan)
  • 4 buah Cabe hijau (iris halus)

Cara Membuat Isi :

  • Tumis bawang merah dan bawang putih dengan minyak goreng hingga harum.
  • Tambahkan daging giling, aduk sampai daging berubah warna.
  • Masukkan merica dan bumbu kari, tuangkan air kaldu.
  • Masak hingga bumbu meresap.
  • Masukkan tahu, cabe hijau dan daun bawang, aduk sampai rata.
  • Masak hingga matang, angkat dan tiriskan.

Cara Membuat Martabak :

  • Buat adonan dari campuran telur, tepung terigu, 1/3 sdt merica, air, minyak sayur dan garam.
  • Panaskan wajan dadar anti lengket lalu olesi dengan sedikit minyak goreng.
  • Masukkan 2 - 3 sdm adonan, buat dadar hingga matang, angkat.
  • Siapkan selembar dadar dan beri isi, lalu lipat / gulung sesuai selera.
  • Kerjakan untuk sisa bahan hingga habis.
  • Lumuri dengan telur kocok, goreng diatas api sedang hingga kulit kecoklatan.
  • Angkat dan sajikan dengan saus sambal / tomat sesuai selera.
3. Resep Kue - Cup Cake Sosis PDF Print E-mail
Resep Kue - Resep Kue

Image

BAHAN :

  • 200 gram margarin
  • 100 gram gula pasir halus
  • 4 butir telur
  • 150 gram tepung terigu
  • 50 gram keju parmesan
  • 150 gram sosis sapi, potong bulat

CARA MEMBUAT :

  • Kocok margarin dan gula pasir hingga lembut kemudian masukkan telur satu per satu sambil terus dikocok hingga lembut.
  • Tambahkan tepung terigu. Aduk dengan spatula. Setelah rata, masukkan keju parmesan dan irisan sosis. Aduk kembali.
  • Alasi cetakan kue kecil dengan kertas cup lalu tuang adonan ke dalamnya. Oven sampai matang.

Resep Kue - Biskuit Selai Kacang PDF Print E-mail
Resep Kue - Resep Kue

Image

Bahan - Bahan :

  • 500 gr selai kacang
  • 1 kaleng susu kental manis
  • 500 gr gula putih
  • 2 butir telur
  • 2 sendok teh baking soda
  • 1 sendok teh vanili


Cara Membuat

  • Panaskan oven hingga mencapai 175 derajat celcius. Oleskan minyak atau mentega di loyang.
  • Sediakan mangkuk berukuran sedang. Campur dan adukselai kacang dan gula bersamaan hingga merata dan halus. Masukkan telur satu persatu, dan kemudian aduk rata dengan baking soda, garam dan vanilli. Gulung adonan tersebut menjadi seukuran bola berukuran 1 inci dan taruh ke loyang yang telah disiapkan sebelumnya.
  • Panggang selama 8 sampai 10 menit di dalam oven yang telah dipanaskan. Biarkan kue tersebut dingin di loyang sebelum diangkat.